Selasa, 24 Maret 2009

Orang bodoh tidak mau belajar dari pengalamannya. Orang pintar belajar dari pengalaman sendiri. Orang bijak belajar dari pengalaman orang lain

Orang bodoh tidak mau belajar dari pengalamannya. Orang pintar belajar dari pengalaman sendiri. Orang bijak belajar dari pengalaman orang lain. Dalam semangat untuk menjadi orang yang lebih bijak, kita bisa mulai dengan belajar dari pengalaman para pemimpin bisnis, khususnya para CEO. Pada sebuah sekolah bisnis tempat penulis pernah menjadi Direktur Program, belajar dari para CEO ini telah dijadikan agenda rutin bulanan. Pasalnya, untuk belajar menjadi pebisnis yang handal, tidak mungkin hanya sekadar belajar dari textbook bisnis saja. Komunikasi dalam proses pembelajaran, tidaklah hanya melalui kata-kata atau secara verbal. Komunikasi non verbal berupa bahasa tubuh, intonasi suara, aura, dll, merupakan bagian penting dalam menyerap ilmu dari orang bijak. Jadi, wisdom dari para pemimpin bisnis akan lebih mudah diserap bila kita berinteraksi langsung dengan mereka.

Terkait dengan pembelajaran dari para pemimpin bisnis, ada survey menarik yang dilakukan oleh Gallup (organisasi riset terkemuka) dan Thomas Neff & James Citrin, pengarang buku terlaris Lessons from the Top. Berdasarkan penelitian mereka, para pemimpin terbaik di AS memiliki latar belakang yang sangat beragam. Kendati begitu, ada kesamaan yang mereka miliki. Kesamaan itu pada intinya dapat dirangkum dalam kata kecerdasan terpadu (holistic intelligence) Kecerdasan terpadu mencakup emotional intelligence / EQ, intelectual intelligence / IQ, Physical Intelligence / PQ, Creative Intelligence / CQ, spiritual intelligence / SpQ, kecerdasan sosial / SocQ. Intinya, mereka telah mencapai tingkatan orang bijak yang penuh dengan hikmat (wisdom).Tentunya, wisdom tersebut tidak diperoleh secara instan.

Ada proses belajar yang panjang untuk mencapai ke tingkatan tersebut. Dalam acara dialog dengan CEO pada sebuah sekolah bisnis, dihadirkan CEO Lindeteves: DR. Hadi Satyagraha. Beliau membagikan banyak kiat kepada peserta seminar. Di akhir presentasinya, beliau menekankan satu hal penting, yaitu continuous learning, atau pembelajaran yang berkelanjutan. Dalam pembelajaran (learning), dikenal beberapa tahapan penting. Belajar biasanya dimulai dengan belajar untuk tahu (learn to know). Belajar tahu perlu diikuti dengan belajar berpikir (learn to think), belajar untuk melakukan (learn to do) atau mempraktekkan sehingga kita akan belajar untuk menjadi manusia yang kita inginkan (learn to be). Bila semua itu telah tercapai, pada gilirannya kita bisa meningkat lebih tinggi lagi, yaitu memperoleh wisdom.

Pada tingkat ini, manusia telah dapat mengambil keputusan secara otomatis dan cepat, dalam hitungan detik, pada situasi atau masalah yang bagi orang lain akan memerlukan waktu panjang untuk menganalisisnya. Inilah yang disebut oleh Malcolm Gladwell sebagai The Power of Thinking Without Thinking, dalam buku terlarisnya yang berjudul Blink. Orang lain menyebutnya sebagai intuisi tajam atau mungkin indera keenam. Ini merupakan masterpiece hasil dari pembelajaran berulang dan berkelanjutan setelah melalui banyak situasi sulit sejenis. Alam bawah sadar kita telah merekam pola dan variabel penting dan melalui proses heuristik sampai pada kesimpulan yang seolah muncul begitu saja tanpa proses berpikir keras secara sadar.

Pengalaman memang merupakan sumber pembelajaran yang penting. Tiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Melakukan kesalahan adalah manusiawi … To err is human …. Tetapi yang konyol adalah kalau kita melakukan kesalahan dan tidak mau belajar dari kesalahan itu. Kalau toh kita terjatuh, usahakan agar posisi jatuhnya condong ke depan. Jadi, meski kita jatuh, kita tetap bergerak maju.

“…The real fault is to have faults and not try to mend them…”

Confucius

Selanjutnya, jangan jadikan melakukan kesalahan sebagai sebuah kebiasaan. Shakespeare mengungkapkan bahwa: “…Experience is a dear teacher …”. Kata `dear teacher’ dalam kalimat itu sering disalah-artikan sebagai `guru yang baik’. Sebenarnya, kata `dear’ dalam kalimat itu adalah kata dalam Bahasa Inggris klasik yang berarti `mahal’. Kata `dear’ itu setara dengan kata Bahasa Belanda ‘duur’. Jadi yang dimaksud oleh Shakespeare, pengalaman adalah guru yang mahal. Kita memang belajar banyak dari pengalaman pribadi. Kendati begitu, kesalahan biasanya dibayar mahal. Jadi akan jauh lebih baik bila kita tidak perlu melakukan kesalahan tersebut. Dengan belajar dari pengalaman orang lain, biaya belajarnya menjadi jauh lebih murah. Jadilah orang bijak, belajarlah dari pengalaman orang lain! Selamat belajar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar