Senin, 27 April 2009

laporan praktikum BTT 1

LAPORAN PRAKTIKUM

TANAMAN COKELAT

( Theobroma cacao )

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

OLEH

SAIFUDIN

061166

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Cokelat telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, tetapi baru menjadi komoditi yang penting pada tahun 1951. jenis coklat yang ditanam saat ini sebagian besar adalah jenis Criollo / Flavour cacao. Produksinya sebagian besar di ekspor. Konsumsi coklat dalam dekade terakhir rata-rata adalah 1,5 juta ton/tahun. Konsumsi coklat tersebut menunjukan kecendrungan yang terus meningkat, dan dengan adanya kemunduran yang dialami oleh negara-negara penghasil coklat lainnya, maka indonesia memiliki peluang untuk memasarkan coklat ke pasar Internasional.

Dengan adanya peluang tersebut, maka diharapkan pada masa yang akan datang, komoditi biji coklat dapat menduduki tempat yang sejajar dengan komoditi perkebunan lainnya seperti kelapa sawit, dan karet. Seiring dengan harapan tersebut, berbagai usahapun dilakukan untuk pengembangan coklat. Perbaikan teknik budidaya pada ahirnya akan membawa manfaat besar.

Teknik pembibitan yang efektif, usaha dalam mendapatkan bahan tanaman unggul melalui hibridisasi, metode-metode pemangkasan untuk membentuk habitat yang baik, pengaturan jarak tanam, dan upaya perlindungan terhadap hama dan penyakit, yang pada ahirnya ditujukan untuk upaya penanaman dan pemeliharaan coklat secara efisien dengan harapan produksi maksimum.

1.2. TUJUAN

1.3. KEGUNAAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SISTEMATIKA

Cokelat merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang / cabang, oleh sebab itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifion’s ( Tumpal. at al, 2007 ). Sistematika tanaman cokelat adalah sbb:

Divisio : Spermatophyta

Klas : Dicotyledone

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao

2.2. BOTANI

Akar cokelat adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar cokelat bisa sampai 8 meter ke-arah samping dan 15 meter ke-arah bawah. Cokelat dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 meter dari permukaan tanah. Diawal pertumbuhan tanaman cokelat yang diperbanyak melalui biji, akan menumbhkan batang utama sebelum menumbuhkan batang primer.

Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun berkisar antara 25 – 34 cm dan lebarnya 9 – 12 cm. daun yang tumbuh pada ujung-ujung tunas biasanya berwarna merah, permukaannya seperti sutera dan setelah dewasa daunnya berubah menjadi warna hijau, dan permukaanya kasar.

Jumlah bunga cokelat mencapai 5000 – 12000 bunga/pohon/tahun, tergolong kedalam bunga sempurna. Daun kelopak bunga berbentuk lanset, panjangnya 6 – 8 mm, warnanya putih dan makin keujung warnanya ungu kemerahan. Daun mahkota berbentuk cawan, panjang 8 – 9 mm, warnanya putih kekuningan / putih kemerahan.

Buah cokelat berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Tebal kulit buahnya antara 1 – 2 cm.

2.3. SYARAT TUMBUH

Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta produksi tanaman cokelat. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis, dengan curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus ( penetrasi ) dan kemampuan akar menyerap hara.

Ditinjau dari wilayah penanamannya, cokelat ditanam pada daerah-daerah yang ber4ada pada 10o LU sampai dengan 10o LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman cokelat secara umum berada pada daerah-daerah antara 7o LU sampai 18o LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.

Cokelat juga masih bisa toleran pada daerah 20o LU sampai 20o LS. Dengan demikian Indonesia yang berada pada 5o LU sampai 10o LS masih sesuai untuk penanaman cokelat. Daerah- daerah di Indonesia tersebut ideal bila mana tidak lebih tinggi dari 800 m dari permukaan laut.

Arel penanaman cokelat yang ideal adalah daerah dengan curah hujan 1100 – 3000 per-tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda ( flushing ) dan produksi.

Pengaruh temperatur terhadap cokelat erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembapan. Temperatur sendiri sangat berpengaruh terhadap pembentukan tunas dan pembungaan. Temperatur yang ideal untuk tanaman cokelat adalah 30 – 320C ( max ) dan 18 -210C ( min ).

Cahaya matahari yang terlalu banyak dapat mengakibatkan lilit batang tanaman cokelat kecil, daun sempit dan tanaman relatif pendek. Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapaian indeks luas daun ( ILD ) optimum. Hal tersebut dapat diperoleh dengan penataan naungan atau pohon pelindung serta penataan tajuk melalui pemangkasan. Tanaman cokelat dapat tumbuh pada pH 6 – 7,5.

Selain hal tersebut diatas, kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, struktur, drainase, dan kemiringan tanah juga harus tetap diperhatikan karena dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi cokelat ( Tumpal. At al. 2007 ).

2.4. MEDIA TANAM

M-Bio

M-Bio adalah kultur campuran mikroba menguntungkan: bakteri pelarut pospat, bakteri penambat N2, Lactobacillus sp, sacharomices sp (Yeast) dan berbagai hormon dan enzim sebagai senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik dapat di fermentasi secara sempurna menjadi porasi (pupuk organik cara fermentasi) hanya 7-14 hari.

Keunggulan M_Bio :

Ø Mempercepat dekomposisi bahan organik

Ø Menekan, mencegah, dan menghancurkan bakteri / jamur patogen

Ø Melindungi akar dan umbi dari penyebab penyakit patogen

Ø Mengikat N di udara

Ø Melarutkan P yang tidak tersedia menjadi P yang tersedia bagi tanaman

Ø Menekan bau busuk pada areal tanaman yang menyesakkan

Ø Untuk pengendalian hama penyakit M-Bio dapat dikombinasikan dengan fungisida, insektisida, dan nematisida, hanya ¼ dosis dari dosis yang dianjurkan.

Ø Efisiensi dalam pemakaian pupuk sintesis, mengurangi biaya bagi petani.

M-Bio sangat baik untuk ;

Tanaman padi, palawija, hortikultura / semusim, tanaman perkebunan ( karet, cokelat, sawit ), perikanan dan tambak, peternakan ( ayam / unggas, sapi, domba dll ), pengolahan limbah ( sampah kota, RT,RS, pabrik dll ), dekomposer pembatan pupuk organik (paat, cair).

Cara pemakaian ;

  1. Untuk penyemprotan campurkan 5 – 10 ml M-Bio dengan 1 ltr air.
  2. Untuk pembuatan Porasi 1 ltr M-Bio untuk 1 ton bahan organik.

Cara penyimpanan ;

Simpan M-Bio ditempat kering pada suhu kamar.

Tabel pengamatan praktikum BTT ( Theobroma cacao )

Tgl dan hari

Media

Minggu setelah tanam (MST)

paraf

T.T

Jml.daun

B.Basah

B. kering



Tanah





T0





T1





T2





T3





Tanah+kompos





T0





T1





T2





T3





Tanah+P.kandang





T0





T1





T2





T3





KET: TT : Tinggi Tanaman

T0 : Penyiraman M-Bio 0 kali

T1 : penyiraman M-Bio 1 kali

T2 : penyiraman M-Bio 2 kali

T3 : penyiraman M-Bio 3 kali

BUDIDAYA JAGUNG

Minggu, 2007 Oktober 28

BUDIDAYA JAGUNG


I. PENDAHULUAN

Di Indonesia jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat produksi belum optimal. PT. Natural Nusantara berupaya meningkatkan produksi tanaman jagung secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan ( Aspek K-3).

II. SYARAT PERTUMBUHAN
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
A. Syarat benih
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).

B. Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.

C. Pemupukan





Waktu


Dosis Pupuk Makro (per ha)





Dosis POC
NASA


Urea (kg)


TSP (kg)


KCl (kg)


Perendaman benih

-

-

-


2 - 4 cc/ lt air


Pupuk dasar

120

80

25


20 - 40 tutup/tangki
( siram merata )


2 minggu

-

-

-


4 - 8 tutup/tangki
( semprot/siram)


Susulan I (3 minggu)

115

-

55



-


4 minggu

-

-

-


4 - 8 tutup/tangki
( semprot/siram )


Susulan II (6minggu)

115

-

-


4 - 8 tutup/tangki
( semprot/siram )


Catatan : akan lebih baik pupuk dasar menggunakan SUPER NASA dosis ± 1 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 lt air (jadi larutan induk). Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 m bedengan.

D. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
a. Tumpang sari ( intercropping ),
melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ),
dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ):
pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) :
penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.

2. Lubang Tanam dan Cara Tanam
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang). Panen <>E. Pengelolaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.

2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.

3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.

4. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.

F. Hama dan Penyakit
1. Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Gejala: daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan PESTONA
b. Ulat Pemotong
Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.

2. Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIO

b. Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif diawal dengan GLIO

c. Penyakit karat (Rust)
Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.

d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur GLIO dan POC NASA .

e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) GLIO di awal tanam.

Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

G. Panen dan Pasca Panen
1. Ciri dan Umur Panen
Umur panen + 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah matang fisiologis.

2. Cara Panen
Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan tangkai buah jagung.

3. Pengupasan
Dikupas saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai, agar kadar air dalam tongkol dapat diturunkan sehingga cendawan tidak tumbuh.

4. Pengeringan
Pengeringan jagung dengan sinar matahari (+7-8 hari) hingga kadar air + 9% -11 % atau dengan mesin pengering.

5. Pemipilan

Setelah kering dipipil dengan tangan atau alat pemipil jagung.

6. Penyortiran dan Penggolongan
Biji-biji jagung dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki (sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dll). Penyortiran untuk menghindari serangan jamur, hama selama dalam penyimpanan dan menaikkan kualitas panenan.

Abror Yudi Prabowo

PEMBIBITAN SAWIT




PENYEDIAAN BENIH KELAPA SAWIT

Sinergi dari berbagai intervensi teknologi, seperti benih unggul, input pupuk dan bahan kimia, tata air, serta mekanisasi telah memberikan pengaruh signifikan dalam memacu peningkatan daya hasil berbagai komoditas pertanian, tidak terkecuali kelapa sawit. Dalam hal benih unggul, kontribusi signifikan benih unggul kelapa sawit terhadap produktivitas telah dilaporkan dalam berbagai paper dalam empat dekade terakhir.

Strategi pemuliaan yang ‘proven’ dan berkelanjutan merupakan kunci sukses perakitan benih unggul kelapa sawit. Pemuliaan klasik, baik berbasis seleksi individu maupun progeni, telah memberikan kontribusi signifikan pada upaya perbaikan genetik karakter yang terkait dengan produktivitas dan kualitas. Integrasi teknologi terkini seperti teknologi genomik maupun rekayasa genetika diharapkan lebih dapat meningkatkan capaian kemajuan genetik per satuan waktu.

Hasil perakitan benih unggul baru akan memberikan makna apabila dapat dimanfaatkan secara luas oleh pengguna. Dalam konteks ini, sistem perbenihan yang mengedepankan mutu—baik di tingkat seed garden, seed preparation, seed processing, dan seed distribution--sangat menentukan akseptibilitas benih oleh pengguna. Di tengah catatan kritis terhadap sistem perbenihan berbagai komoditas pertanian Nasional akhir-akhir ini, eksistensi sistem perbenihan kelapa sawit Indonesia dapat dipandang sebagai salah satu sistem perbenihan yang cukup kokoh dan memiliki sustainability yang tinggi. Paper ini membahas sekilas kontribusi pemuliaan dan perbenihan kelapa sawit serta tantangannya.

PEMULIAAN KELAPA SAWIT KINI

Ketersediaan Material Genetik

Material genetik (Plasma nutfah) merupakan kunci utama dalam pengembangan program pemuliaan kelapa sawit. Saat ini, plasma nutfah kelapa sawit tersebar di areal komersial perkebunan kelapa sawit dan pusat-pusat riset kelapa sawit: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo, PT London Sumatra Indonesia, PT Dami Mas Sejahtera (SMART Tbk.), PT Tunggal Yunus Estate (Asian Agri Group), PT Bina Sawit Makmur (PT Sampoerna Agro Tbk), dan PT Tania Selatan Group, serta beberapa calon produsen benih kelapa sawit.

Plasma nutfah kelapa sawit umumnya terbagi atas dua sub heterotic group, dura dan pisifera. Plasma nutfah dura pada umumnya diturunkan dari 4 plasma nutfah dura yang berasal kebun raya Bogor tahun tanam 1848, hasil re-introduksi beberapa famili elit Deli dura seperti Dura Dumpy (E 206), dan introduksi terbatas populasi dura dari Afrika seperti dura-dura ex-Zaire dan Kamerun. Plasma nutfah pisifera di introduksi dari Afrika Barat sejak 1914.

Beberapa turunan plasma nutfah pisifera elit tercatat dimiliki oleh pusat-pusat riset kelapa sawit di Indonesia, seperti turunan pisifera SP 540, turunan pisifera BM 119, turunan pisifera Lame (L-series) ex-populasi BRT-10, pisifera Yangambi (YA-series), turunan pisifera Dami DM 742 dan DM 743, turunan pisifera Nigeria GHA 608 dan Ghana GHA 648, turunan pisifera Ekona CAM 236 dan CAM 243.

Selain E. guineensis, beberapa pusat riset juga memiliki plasma nutfah E. oleifera, antara lain beberapa generasi Elaeis oleifera dari Suriname dan Brazilia dan San Alberto (Colombia).

Strategi Utama Pemuliaan Kelapa Sawit

Seleksi Klasik. Pemuliaan klasik berbasis genetika kuantitatif merupakan pendekatan terpenting dalam menghasilkan bahan tanaman unggul. Beberapa strategi yang telah dikenal luas dalam pemuliaan kelapa sawit, antara lain Recurrent Reciprocal Selection (RRS) dan Family & Individual Palm Selection (FIPS).

Strategi ini pada prinsipnya memanfaatkan dua group utama, yaitu group dura dan group tenera/pisifera. Dari populasi dasar yang telah diseleksi dilakukan tahapan evaluasi lapang maupun laboratorium untuk menentukan individu tanaman terbaik yang dilihat dari keragaan progeninya. Seleksi untuk menentukan tetua–tetua yang dapat dijadikan pohon induk untuk produksi benih dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Selain penentuan pohon induk untuk benih komersial, pada tahapan seleksi inijuga dipilih tetua-tetua yang akan direkombinasikan untuk mencari materi persilangan dengan potensi yang lebih baik pada siklus pemuliaan berikutnya.

Kultur Jaringan. Kultur jaringan mempunyai dua kontribusi penting dalam pemuliaan sawit yaitu untuk pembiakan massal secara vegetatif dan untuk regenerasi jaringan yang telah ditransform oleh gen pengendali sifat tertentu dalam proses rekayasa genetika. Keberhasilan penerapan teknologi ini telah dilaporkan sejak pertengahan 1970-an. Saat ini sekitar 20-an laboratorium kultur jaringan di seluruh dunia berpacu dalam perbaikan dan up scalling proses kultur jaringan, menghasilkan rata-rata 10,000 – 200,000 plantlet per tahun (Wahid et al., 2004).

Observasi di lapang menunjukkan bahwa tanaman klon asal kultur jaringan mampumenghasilkan TBS 30-40% lebih tinggi dari produksi TBS tanaman asal benih (Soh et al.,2001; Latif et al., 2003). Peningkatan produksi terjadi karena tanaman secara genetik homogen dan pohon induk yang digunakan dipilih 5% terbaik dari populasi DxP. Di Indonesia, pengembangan klon melalui teknologi kultur jaringan ini sedang dilakukan oleh PPKS, PT Socfindo, maupun PT London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum). sebagian besar dalam skala penelitian. Strategi kultur jaringan juga dimanfaatkan oleh PT Binasawit Makmur (Sampoerna Agro) untuk mengkaji potensi benih semi-klonal yang merupakan hibridisasi antara dura ex-seedling x pisifera klon.

Hasil PemuliaanManfaat positif dari pemanfaatan plasma nutfah secara optimal dan implementasi strategi seleksi yang tepat, baik RRS maupun FIPS, telah dirasakan industri perkebunan. Kinerja pemanfaatan sumberdaya genetik kelapa sawit Indonesia tercermin dari beberapa aspek seperti peningkatan produktivitas tanaman dan ketersediaan varietas yang cukup dan diminati pengguna. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, produktivitas minyak sawit meningkat dua kali lipat, dari 4.3 ton minyak/ha/tahun pada 1970 menjadi 7-11.0 ton/ha/tahun pada 2006 (Asmono, 2006; Pamin, 1998; Asian Agri OPSG, 2003; BSM, 2003; Socfindo, 2004). Peningkatan ini, selain berasal dari kontribusi genetik yang terkait dengan program seleksi, juga dipengaruhi oleh perubahan strategi pemanfaatan plasma nutfah yang pada awal 1970-an menghasilkan produk persilangan intra-origin (Dura x Dura; Dura x Tenera) (Pamin, 1998) menjadi hibrida inter-origin (Dura x Pisifera).

Dalam rangka pengaturan distribusi Benih Kelapa Sawit untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat, maka pemerintah melalui Direktorat Perkebunan menetapkan aturan alokasi benih kelapa sawit untuk perkebunan rakyat.
Aturan ini didasarkan atas Surat Menteri Pertanian No. 229/SR.120/M/5/2008 tanggal 27 Mei 2008 perihal Benih Kelapa Sawit. Dimana disebutkan bahwa produsen benih memaksimalkan produksi benih dengan tetap memperhatikan standar mutu benih yang berlaku dan 30% dari total produksi benih yang dihasilkan tersebut dialokasikan untuk keperluan pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat. Sedangkan yang dikategorikan petani pekebun rakyat adalah perseorangan/masyarakat, kelompok tani/koperasi, petani peserta program revitalisasi, petani dengan sumber dana APBD Propinsi/Kabupaten dan petani plasma perkebunan. Dan 30 % dari total produksi adalah total produksi setelah dikurangi dengan kebutuhan benih sendiri.

Adapun perubahan dalam tata cara pendistribusian benih kelapa sawit tersebut adalahsebagaiberikut.
Benih kelapa sawit untuk kebutuhan perseorangan/masyarakat dibawah <>

Sedangkan bila benih tersebut dalam bentuk bibit dapat diberikan langsung akan tetapi terlebih dahulu harus disertifikasi oleh UPTD yang menangani perbenihan/Balai Besar Perlindungan Perbenihan Tanaman Perkebunan (B2P2TP)/ Instalasi Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (IP2MB) Perkebunan.Benih kelapa sawit untuk kebutuhan Kelompoktani/koperasi; Program Pemerintah (Revitalisasi,APBD Propinsi/Kabupaten, Plasma) dapat diberikan berdasarkan SP2B-KS yang diterbitkan. SP2B-KS yang dimaksud diterbitkan oleh Dinas Propinsi yang membidangi perkebunan setempat.

Khusus untuk produsen benih PPKS harus memperlakukan harga yang sama sebagaimana yang diperlakukan untuk PTPN sedangkan untuk produsen benih lainnya harga benih/kecambah sesuai dengan harga yang berlaku.
Apabila benih yang telah dialokasikan oleh produsen benih untuk kebutuhan pengembangan perkebunan rakyat tidak diambil sampai dengan bulan September maka produsen benih yang bersangkutan dapat menjualnya kepada pihak lain. Produsen benih wajib menyampaikan Laporan Triwulanan tentang realisasi penyaluran benih untuk perkebunan rakyat terutama untuk petani. Perseorangan/masyarakat kepada Direktur Jenderal Perkebunancq Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Propinsi/Kabupaten yang membidangi Perkebunan. Bagi produsen benih yang tidak menyampaikan laporan akan diberikan surat tegoran.

Sumber benih kelapa sawit di Indonesia bertambah satu lagi, yakni PT. Bakti Tani Nusantara yang berlokasi di Desa Teluk Radang Pulau Kundur, Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. PT. Bakti Tani Nusantara memiliki Kebun Induk seluas 30 Ha yang berlokasi di Pulau Buru dan 10 Ha di Pulau Kundur, Kabupaten Tanjung Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau dengan tetua Dura sebanyak 900 pohon dan tetua Pisifera sebanyak 4 pohon.

Adapun varietas unggulan yang dimiliki adalah D x P TN 1 yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tanggal 23 Mei 2008. Penetapan PT. Bakti Tani Nusantara sebagai sumber benih adalah berdasarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan, Nomor 86/Kpts/HK.330/5/2008, tentng Penunjukkan Kebun Induk Kelapa Sawit Milik PT. Bakti Tani Nusantara Sebagai Benih Unggul Kelapa Sawit.

¯ JENIS-JENIS BIBIT KELAPA SAWIT

Jenis benih atau bibit kelapa sawit digolongkan dam 3 jenis yaitu:

1. Benih dan bibit liar.

2. Benih atau bibit unggul.

3. Bibit kultur jaringan.

Dalam hal tersebut, ada beberapa ciri-ciri benih atau bibit liar adalah sebagai berikut:

* Tempurung bijinya tipis.

* Biji masih banyak mengandung serabut, permukaanya kasar dan kotor karena pengupasannya tidak di lakukan dengan benar.

* Panjang radikula ( calon akar ) dan plumula ( calon batang ) tidak seragam, sebab tidak di lakukan seleksi biji.

* Persentase kematian dari biji / kecambah cukup besar, sebab sebelumnya biji tidak di rendam dalam fungisida.

* Pertumbuhan bibit tidak seragam, sebab bibit berasal dari induk yang tidak sama.

* Persentase bibit yang abnormal cukup tinggi.

* Bibit terlihat kurus, karena endosperm yang berisi cadangan makanan berukuran kecil.

* Lebih midah terserang hama dan penyakit.

Adapun varietas unggulan yang dimiliki adalah D x P TN 1 yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tanggal 23 Mei 2008. Penetapan PT. Bakti Tani Nusantara sebagai sumber benih adalah berdasarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan, Nomor 86/Kpts/HK.330/5/2008, tentng Penunjukkan Kebun Induk Kelapa Sawit Milik PT. Bakti Tani Nusantara Sebagai Benih Unggul Kelapa Sawit.

¯ PENGADAAN BIBIT KELAPA SAWIT

Untuk menghasilkan benih kelapa sawit yang terjamin kualitasnya diperlukan tahapan-tahapan berjenjang yang rumit serta membutuhkan selang waktu prosesing. Hal ini yang menyebabkan harga benih sawit bermutu lebih mahal dari benih sawit asalan yang dikumpulkan dari kebun produksi. Serta benih sawit bermutu tidak dapat langsung diperoleh setelah dilakukan pemesanan.

Tahapan produksi benih kecambah kelapa sawit, dalam hal ini kecambah, adalah mencangkup seluruh proses mulai dari pemilihan pohon induk dan bapak sampai pengemasan untuk dikirim ke konsumen. Pada sumber benih kelapa sawit semua tahap terseubt diawasi dengan ketat agar kualitas mutu bahan tanam dapat dijamin.
Persilangan Pohon Induk Terpilih dan Pohon Bapak

Proses pengadaan pohon induk dan pohon bapak bukanlah hal yang mudah. Pemilihan pohon induk dan bapak didasarkan pada hasil pengujian di lapangan seperti produktivitas tandan buah segar, kualitas tandan buah segar, dan sifat-sifat pertumbuhannya. Bahan tanaman yang unggul memiliki ciri produktivitas tinggi, rendemen minyak dan inti yang tinggi, serta pertumbuhan meninggi yang lambat. Proses persilangan pohon induk terpilih dan pohon bapak terpilih meliputi beberapa kegiatan yaitu pemeriksaan pohon induk dan pohon bapak, pembungkusan tandan bunga, penyerbukan tandan bunga betina, pembukaan pembungkus dan pemanenan tandan benih.

Pemeriksaan pohon induk dilakukan setiap minggu atau dapat dipercepat bila terdapat banyak bunga yang akan diserbuki, demikian pula dengan pemeriksaan pohon bapak dilakukan setiap minggu untuk mengetahui jumlah tandan bunga jantan yang akan dibungkus dan dipanen. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, pohon induk dan bapak yang sudah siap akan segera dibungkus. Untuk pohon induk, pembungkusan dilakukan sekitar 10–12 hari sebelum bunga mulai mekar. Untuk pohon bapak, pembungkusan dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari sebelum anthesis bunga mulai mekar.

Bunga betina yang akan dibungkus, dibersihkan terlebih dulu dari duri. Pelepah penyangga bunga dipotong kemudian ditekan ke bawah sehingga tandan mudah untuk dibungkus. Lalu, tangkai dibalut oleh kapas dan formalin untuk mengendalikan serangan serangga pengganggu. Pembungkus yang terbuat dari terpal dan memiliki 2 jendela plastik, disarungkan ke bunga hingga ke bawah tangkai bunga dan diikat dengan karet di bagian tengah tangkai bunga. Di bagian luar dari dasar pembungkus, dibalut lagi dengan kapas dan formalin. Tandan bunga diamati setiap hari untuk mengetahui masa receptive. Ciri-ciri bunga telah memasuki masa receptive adalah sebagian besar kepala putik telah terbuka lebar dan berwarna putih kekuningan serta mengeluarkan bau yang khas, apabila kepala putik telah berwarna merah mekar maka masa penyerbukan telah lewat.

Demikian pula dengan bunga jantan. Pembungkusan dilaksanakan pada waktu yang tepat dan dilakukan sedemikian rupa sehingga pangkal tangkai bunga tidak mengalami banyak kerusakan yang adapat mengurangi tepung sari (pollen) yang akan dipanen. Seludang dan duri-duri pada pelepah daun dibuang sehingga memudahkan pembungkusan. Sebelum dibungkus, gagang atau tangkai bunga dibalut dengan kapas yang telah diberi formalin (sekitar 1 kg kapas untuk 8 bunga jantan). Pembungkus sebelah dalam dimasukkan dengan menggunakan alat yang terbuat dari plat tumpul dan kemudian diikat dengan karet 8-10 lilit. Panen dilakukan setelah 10-15 hari setelah pembungkusan, dengan kriteria tangkai bunga telah mengeluarkan tepung sari (60-70%) dari bagian pangkal bunga dengan bau yang wangi.

Setelah bunga betina siap dibuahi (masa receptive) dan bunga jantan sudah dipanen maka segera dilakukan penyerbukan. Penyerbukan yang dilakukan adalah penyerbukan bantuan ( assisted pollination). Tepung sari atau pollen yang telah dimasukkan ke dalam botol penyemprot (memiliki pipa panjang pada bagian ujungnya), disemprotkan ke lubang jendela plastik terpal pembungkus tandan bunga betina. Sebelum membuat lubang, pisau dan jendela plastik harus dilap dengan alkohol dan kapas. Seluruh bunga disemprot dari berbagai arah dan tandan bunga digoncangkan agar pollen tersebar merata. Lalu lubang di jendela ditutup dengan plaster plastik. Untuk menyerbuki 1-2 tandan bungan betina diperlukan 0,25 gr pollen.

Setelah 15 hari penyerbukan pembungkus tandan dapat dibuka dengan tanda kepala putik telah berwarna coklat hitam. Setelah pembungkus dibuka kemudian dimasukkan kawat pengikat label yang berisi identitas induk sehingga mudah untuk mengetahui asal-usul benih jika terjadi penyimpangan. Setelah 150 hari (5-6 bulan) setelah penyerbukan. Jika tandan telah mulai berwarna merah dan belum membrondol. Satu pohon induk kelapa sawit dapat menghasilkan 7-8 tandan buah/tahun, dan dalam satu tandan buah kelapa sawit dapat menghasilkan kira-kira 1.000-1.300 kecambah, tetapi untuk dijadikan kecambah hanya sekitar 75% yang akan diambil akibat proses seleksi. Pada setiap tahap label identitas harus selalu terpasang.

Persiapan Benih

Tandan buah yang sudah dipanen dibawa ke tempat persiapan benih dengan menggunakan mobil pengangkut buah dari lokasi tanam. Setaip tandan memiliki harus label berdasarkan keterangan persilangan yang dilakukan oleh petugas kebun. Kelengkapan label tersebut diperiksa kembali pada saat TBS (Tandan Buah Segar) tiba di tempat persiapan benih. Tandan tersebut ditimbang dan kemudian dicincang untuk memisahkan spikelet (buah) dari stalk (tongkol). Setiap tandan tidak boleh tercampur dengan tandan lainnya sehingga kemurnian identitas varietas dapat terjamin. Selanjutnya hasil cincangan tersebut dimasukkan ke dalam peti fermentasi.

Fermentasi dilakukan 2 tahap. Fermentasi pertama bertujuan untuk memudahkan pemisahan brondol dari spikeletnya, lamanya sekitar 3-4 hari. Setelah itu, dilakukan fermentasi ulang dengan tujuan memudahkan pengupasan mesocarp dari benih selama kurang lebih 3 hari. Waktu yang diperlukan untuk seluruh proses fermentasi sekitar 7 hari dan untuk mempercepatnya berondolan dalam kotak tersebut disiram. Tahap selanjutnya adalah pengupasan daging buah dengan menggunakan mesin pengupas buah atau depericarper selama kuang lebih 45 menit. Untuk menghindari kontaminasi jamur, benih yang telah bersih tersebut dicelupkan dalam larutan dhitane M-45 dengan kepekatan 0,2%.

Benih kemudian diperiksa agar benih yang dihasilkan bermutu baik dengan cara memeriksa keadaan embrio dan diambil 50 benih yang normal per persilangan. Benih yang terlalu kecil ataupun terlalu besar kemudian dibuang untuk menghindari pertumbuhan yang tidak seragam. Pemeriksaan benih dilakukan 2-3 kali dan jika hasil pemeriksaan menunjukkan persentase embrio normal kurang dari 80% maka hasil persilangan tersebut diafkir dan dimusnakan. Benih yang lolos seleksi dipilah dan dihitung lagi untuk mengetahui berapa jumlah benih per tandan persilangan dan kemudian dimasukkan ke kantong plastik untuk dibawa ke tempat penyimpanan sebelum diproses lebih lanjut.

Pemecahan Dormansi

Setelah benih disimpan selama satu bulan kemudian dilakukan pemecahan dormansi dengan cara dua kali perendaman. Perendaman pertama dilakukan selama 3 hari dan bertujuan menaikkan kadar air. Air rendaman diganti setiap hari dan untuk menghindari kontaminasi jamur, benih direndam dengan dithane M-45 0,2% selama 10 menit. Selanjutnya benih dikeringanginkan selama 20-24 jam. Setelah benih cukup kering, benih dimasukkan lagi ke dalam kantong plastik ukuran 30 x 60 cm dan digembungkan lalu kantong benih dimasukkan ke dalam ruang pemanas selama 50-60 hari pada temperatur 38-40°C. Setiap minggu kantong benih dikeluarkan dan dibuka untuk pemberian oksigen dan diperciki air agar tidak terlalu kering.

Kemudian dilaksanakan perendaman II selama 6-7 hari untuk menaikkan kadar air dari 18% menjadi 22-23%. Setelah itu benih keringanginkan selama kurang lebih satu hari, dapat juga menggunakan bantuan kipas angin. Dalam setiap tahap, label berisi keterangan identitas tandan harus selalu terpasang. Kemudian dibawa ke ruang kecambah.

Pengecambahan dan Pengemasan

Ruang kecambah adalah ruangan yang diatur untuk proses perkecambahan, memiliki tempratur 26-28°C dengan alat bantu fan heater dan kipas angin. Setiap minggu kantongan diperiksa dan apabila sudah ada benih yang berkecambah dikeluarkan dari kantongan untuk dipilih kecambah yang normal. Kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radicula dan plumulanya, tidak patah, dan tumbuh lurus. Setiap kecambah normal dimasukkan ke dalam kantong pengiriman dan diberi label. Setiap kantong dapat berisi sekitar 200-300 benih.

Perkecambahan tidak selalu seragam. Bienih yang belum berkecambah dimasukan kembali ke ruang kecambah selama satu minggu untuk kemudian diperiksa. Di PPKS, kegiatan ini dilakukan hingga lima kali dan jika benih belum berkecambah juga dilakukan daur ulang pemecahan dormansi lagi.

Kecambah yang terpilih kemudian dikemas ke dalam kotak pengiriman berukuran 40 cm x 60 cm x 40 cm dan diberi serbuk gergaji untuk mengurangi kerusakan akibat benturan selama perjalanan.

Peranan benih sebagai pemegang dalam keberhasilan produksi tanaman kelapa sawit tidak lepas dari ketelitian proses produksi. Beberapa tahap seleksi yang dilakukan untuk memperoleh benih unggul bermutu akan mewujudkan produksi hasil kelapa sawit yang optimal. Pengawasan yang ketat sejak tahap awal produksi benih dapat mengurangi kerugian yang timbul karena penggunaan benih palsu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

¯PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT

Kelapa sawit ( Elaeis quineensis. Jacg ) merupakan - tanaman palma yang termasuk komoditi andalan di sektor perkebunan. Hal ini dikarenakan permintaan minyak sawit yang semakin meningkat, selain itu sebagai salah satu komoditi andalan ekspor non migas, perkebunan kelapa sawit juga dapat menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Kelapa sawit dapat digunakan untuk pembuatan sabun, minyak goreng, kosmetik dan bahan minyak biodisel.

Penyediaan bibit yang baik dan sehat selama di pembibitan awal (Pre Nursery) maupun di pembibitan utama (Main Nursery) sangat besar pengaruhnya untuk pertumbuhan tanaman. (Rasjidin, 1983). Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam usaha meningkatkan luas areal penanaman kelapa sawit, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit yang dipergunakan untuk penanaman di lapangan agar diperoleh tanaman yang sehat dan berproduksi tinggi.

Untuk mendapatkan kwalitas bibit yang baik, sangat berkaitan erat dengan pemupukan, dan diusahakan juga persyaratan tumbuh sebaik-baiknya. Tanaman harus mendapatkan makanan yang cukup untuk pertumbuhannya. Perlakuan pemberian zat makanan yang cukup terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan dengan jalan pemupukan ( Rinsema, 1983).

Dilihat dari pemberian unsur magnesium pada tanaman kelapa sawit dengan cara pemberian kieserit yang mengandung MgSO47H2O. Magnesium yang ada pada pupuk kieserit ini berfungsi dalam pembentukan klorofil, karbohidrat, lemak dan minyak. Di samping itu kieserit yang mengandung unsur magnesium ini juga berperan dalam transportasi phospat dalam tanaman. Dalam hal ini, pupuk kieserit dapat diberikan bersama-sama dengan pupuk lain dengan selang waktu pemberian setiap bulan.

Pertumbuhan bibit yang baik ini akan diperoleh jika pemeliharaan di pembibitan dilakukan dengan sempurna, di mana pemberian pupuk yang tepat adalah salah satu faktor penting., walaupun demikian ada faktor lain misalnya; cahaya, suhu, temperatur, PH, dan kelembaban serta kesuburan tanah, sehingga perlu dilakukan pemupukan yang seimbang dan tepat.

¯ KEGIATAN PEMELIHARAAN BIBIT KELAPA SAWIT

Pembibitan

Terdapat dua teknik pembibitan yaitu: (a) cara langsung tanpa dederan dan (b) cara tak langsung dengan 2 tahap (double stages system), yaitu melalui dederan/pembibitan awal (prenursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama(nursery)selama 9 bulan.
Lahan pembibitan dibersihkan, diratakan dan dilengkapi dengan instalasi penyiraman. Jarak tanam biji di pembibitan adalah 50x50, 55x55, 60x60, 65x65, 70x70, 75x75, 80x80, 85x85, 90x90 atau 100x100 dalam bentuk segitiga sama sisi. Jadi, kebutuhan bibit per hektar antara 25.000-12.500.

1. Cara langsung

Kecambah langsung ditanam di dalam polibag ukuran besar seperti pada cara pembibitan. Cara ini menghemat tenaga dan biaya.

2. Cara tak langsung

* Dederan

Tujuan pembibitan awal adalah untuk memperoleh bibit kelapa sawit yang merata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Umumnya pembibitan awal dilakukan dengan cara pembibitan kantong plastik. Kegiatan pemeliharaan di pembibitan awal meliputi pemeliharaan jalan dan saluran air, penyiraman, penyiangan, pemupukan, penjarangan naungan, pengendalian hama dan penyakit serta seleksi bibit.

Kecambah dimasukkan ke dalam polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan ke pembibitan.

2. Pembibitan

Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40 x 50 atau 45 x 60 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah di dalam polibag sampai lembab. Polibag disusun di atas lahan yang telah diratakan dan diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak seperti disebutkan di atas.

Kegiatan pemeliharaan bibit di pembibitan utama meliputi:

1. Penyiraman

Kegiatan penyiraman di pembibitan utama dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah air yang diperlukan sekitar 9–18 liter per minggu untuk setiap bibit.

2. Pemupukan

Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk (N,P,K dan Mg) dengan komposisi 15:15:6:4 atau 12:12:7:2.

3. Seleksi bibit

Seleksi dilakukan sebanyak tiga kali. Seleksi pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan.

Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang, dengan ciri-ciri:

a) bibit tumbuh meninggi dan kaku
b) bibit terkulai
c) anak daun tidak membelah sempurna
d) terkena penyakit
e) anak daun tidak sempurna.