Senin, 16 November 2009

budidaya lada (di_ON)

BUDIDAYA LADA

LADA
I.PENDAHULUAN
Tanaman lada termasuk tanaman rempah yang banyak dikembangkan di Indonesia. PT. Natural Nusantara berupaya membantu meningkatkan produksi tersebut secara kuantitas, kualitas dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan(Aspek K-3).

II.SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
- Curah hujan 2.000-3.000 mm/th.
- Cukup sinar matahari (10 jam sehari).
- Suhu udara 200C - 34 0C.
- Kelembaban udara 50% - 100% lengas nisbi dan optimal antara 60% - 80% RH.
- Terlindung dari tiupan angin yang terlalu kencang.

2.2. Media Tanam
- Subur dan kaya bahan organik
- Tidak tergenang atau terlalu kering
- pH tanah 5,5-7,0
- Warna tanah merah sampai merah kuning seperti Podsolik, Lateritic, Latosol dan Utisol.
- Kandungan humus tanah sedalam 1-2,5 m.
- Kelerengan/kemiringan lahan maksimal ± 300.
- Ketinggian tempat 300-1.100 m dpl.

www.google.com/bangkatengahkab.go.id/artikel.php?id_artikel

Dikirim oleh : Masanto, S.P, 14 Pebruari 2008

Lada merupakan tanaman yang pernah menjadi komoditas primadona di Pulau Bangka dan Belitung. Tidak sedikit masyarakat yang meningkat kesejahteraan hidupnya lantaran bercocok tanam lada. Tanaman yang sudah dibudidayakan di Indonesia sejak zaman penjajahan ini juga telah mentenarkan nama Pulau Bangka Belitung di seantero dunia bersama dengan komoditas tambang timah. Bagi pemerintah Bangka Belitung sendiri, tanaman ini sudah cukup banyak berkiprah dalam sejarah propinsi jauh sebelum memisahkan diri dari Sumatera Selatan. Tanaman lada pula yang turut memberikan sumbangsih yang cukup signifikan baik bagi PAD Sumatera Selatan sewaktu Bangka dan Belitung masih menginduk, maupun bagi PAD Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sekarang ini.

Puncak kejayaan lada pernah tercapai pada saat bangsa ini mengalami krisis pemerintahan sekaligus krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1998. Di saat masyarakat Indonesia di kawasan lain sedang dilanda kesulitan ekonomi, masyarakat Bangka Belitung ber-euphoria dengan berbagai kebutuhan barang mewah akibat tingginya harga jual lada, yaitu mencapai level Rp. 100.000,-/kilogram. Pada waktu itu seakan tidak ada hari libur bagi pelabuhan-pelabuhan pintu masuk di Bangka Belitung untuk mendistribusikan barang-barang elektronika dan kendaraan bermotor ke wilayah kedua pulau ini.

Sejalan dengan dimulainya kehidupan sebagai propinsi baru di Indonesia, ketenaran komoditas ini pun mulai terkikis. Level harga Rp. 100.000,-/kilogram pun seakan-akan hanya kenikmatan sekejap mata karena perlahan-lahan harga jual lada menurun drastis sampai pernah bertahan lama pada level harga belasan ribu rupiah per kilogram. Komoditas yang di pasar internasional lebih dikenal dengan Muntok White Pepper ini pun lambat laun mulai ditinggalkan dan dipandang sebelah mata oleh petani, meskipun masih ada petani-petani yang setia mengusahakan tanaman ini dengan keyakinan dan harapan suatu saat kejayaan lada terulang kembali.

Dua bulan terakhir di tahun 2008 ini, harga lada belum beranjak dari level Rp. 42.500, - Rp.43.500/kilogram di tingkat pengumpul. Senyum sumringah pun nampak di wajah petani-petani setia lada. Setidaknya ini membuat keyakinan dan harapan mereka lebih besar untuk terwujud. Walaupun belum mencapai harga semaksimal waktu kejayaan lada, para petani sudah legowo untuk menjual hasil panen mereka pada harga tersebut. Apalagi ketika didesak oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bukan sebuah kemustahilan, keyakinan dan harapan tulus para petani ini akan terwujud asalkan saja diiringi dengan kerja keras sembari didukung oleh perhatian dari pemerintah serta lembaga Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Faktor-faktor yang mengakibatkan anjloknya harga lada juga perlu dikaji, dipahami, dan kemudian dibenahi di masa mendatang. Bisa jadi beberapa dari faktor tersebut antara lain semakin sempitnya pangsa pasar lantaran Negara-negara di dunia yang merupakan penghasil lada tidak hanya Indonesia, atau kekuatan kompetisi lada Indonesia di pasar dunia mulai menurun karena rendahnya kualitas ekspor, atau mungkin diakibatkan kejahilan sejumlah oknum yang dengan sengaja mengaplos komoditas lada untuk diekspor dengan mencampurkan lada hitam atau lada yang belum kering total sehingga mencoreng kualitas baik Muntok White Pepper di pasar internasional. Berangkat dari pengkajian faktor-faktor penyebab yang diduga inilah kemudian diharapkan upaya dan strategi untuk mengembalikan kejayaan lada putih Bangka Belitung di pasar nasional dan internasional dirancang sejak awal dengan tersistematis. Keinginan dan keseriusan petani untuk kembali menekuni bercocok tanam lada paling tidak bisa menjadi sebuah wujuh usaha dan kerja keras dari diri petani sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui tanaman ini. Perhatian lebih untuk menjaga mutu hasil panen perlu diutamakan mengingat pasar internasional lebih melirik kualitas ketimbang kuantitas ekspor. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk penanganan terhadap hama penyakit yang mampu menurunkan kualitas hasil serta penanganan pasca panen, termasuk kualitas air yang digunakan untuk merendam lada serta kadar air pada butiran lada kering yang diterima oleh pasar lokal dan mancanegara. Pemerintah sendiri diharapkan dapat berbuat lebih demi merealisasikan harapan petani yang mengusahakan komoditas berharga bagi PAD propinsi ini. Seandainya upaya untuk mendirikan sebuah Perkebunan Milik Negara khusus tanaman lada (dalam bentuk PTPN) seperti di daerah lain yang memiliki komoditas perkebunan andalan belum terpikirkan, setidaknya pemerintah bisa memberikan bantuan dalam bentuk penyediaan subsidi bibit berkualitas ataupun subsidi sarana prasarana produksi (saprodi) seperti pupuk di samping kebijakan-kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan petani. Kontribusi para peneliti di lingkungan Dinas Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, serta sekolah tinggi atau universitas sangat dinantikan untuk mampu menyulap lahan-lahan bekas tambang menjadi lahan yang seproduktif lahan yang biasa ditanami lada mengingat semakin sempitnya hutan perawan di Bangka Belitung serta mampu menciptakan bibit lada yang kualitas agronomisnya tinggi, yaitu tahan hama penyakit penting lada dan berproduksi tinggi. Selain diharapkan mampu meyakinkan pasar dunia akan baiknya kualitas lada putih Bangka Belitung, AELI juga diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat hukum untuk menindak tegas oknum eksportir ataupun pedagang pengumpul yang berbuat kecurangan demi sebuah besarnya keuntungan. Kerja keras petani, perhatian pemerintah, kontribusi instansi penelitian serta partisipasi aktif AELI diharapkan mampu menjadi sebuah jalinan kerja sama yang sinergis untuk mewujudkan keyakinan dan harapan petani lada ini. Dengan demikian, nama Muntok White Pepper tidak hilang di pasar internasional dan masa kejayaan lada putih di Bangka Belitung menjadi sejarah yang mungkin berulang.

Dikirim oleh : Pan Budi Marwoto, 6 September 2007

Sebagai komoditi ekspor, lada putih Bangka mempunyai peranan penting bagi perekonomian wilayah, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai sumber mata pencaharian utama bagi petani. Pada tahun 2000, volume ekspor lada Bangka ke berbagai negara konsumen seperti Jepang, AS, Singapura dan Masyarakat Eropa mencapai 34.763.575 kg, sehingga mampu menyumbang devisa sebesar US $ 124.373.008,5. Pada tahun 2001, meskipun harga lada terus merosot tetapi tetap mampu melakukan ekspor, sebanyak 28.607.175 kg dengan devisa US$ 60.101.563. Total devisa tersebut dihasilkan oleh 59.087 KK petani atau setara 295.435 jiwa atau 40,07 % dari total penduduk Kabupaten Bangka (sebelum pemekaran).

Dalam pengembangannya, komoditi lada ini seringkali dihadapkan pada permasalahan volume penawaran ekspor dan harga yang terus berfluktuasi. Jika dilihat dari perkembangan volume penawaran dan nilai ekspor lada di pasar dunia, lada putih yang 60-80% diantaranya berasal dari Bangka, memiliki angka laju pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dibandingkan lada hitam, yaitu secara rata-rata masing-masing sebesar 14,68% dan 20,29%, sedangkan lada hitam sebesar 14,60% dan 19,26%. Meskipun pertumbuhan volume dan nilai ekspor rata-rata lada putih relatif lebih tinggi dibandingkan lada hitam, tetapi fluktuasinya relatif lebih besar. Hal ini berarti perekonomian lada putih memiliki tingkat ketidakpastian yang juga lebih besar. Jika hubungan ini dapat ditarik secara linear, itu berarti pendapatan sekitar 59.087 KK petani lada menjadi tidak menentu atau kehidupan 295.435 jiwa atau 40,07 % penduduk Bangka mengalami uncertainty .

Oleh karena itu pemahaman tentang perilaku penawaran dan permintaan lada putih yang selalu berubah ini menjadi sangat penting, terutama dalam perencanaan pengembangan komoditi dan kesejahteraan masyarakat petani kecil. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten memahami perilaku penawaran dan permintaan lada putih di pasar dunia? Bisakah pemerintah daerah, memahami perilaku penawaran dan permintaan lada putih di negara kompetitor ekspor utama seperti Malaysia, Brazilia dan Singapura ?. Bisakah pemerintah daerah, memahami perilaku penawaran dan permintaan lada Bangka di lima negara konsumen utama lada Bangka seperti USA, Jerman, Jepang, Belanda, dan Singapura?

Menggunakan alat estimasi ekonometrika diketahui bahwa, produksi lada putih asalan Bangka hanya responsif terhadap perubahan produktivitas jangka panjang. Dalam jangka panjang, produktivitas mengalami banyak perubahan seiring makin berkembangnya teknologi, akibatnya produksi dapat disesuaikan dengan cepat ketika terjadi perubahan produktivitas. Produksi dipengaruhi oleh harga tingkat petani, harga pupuk, produktivitas dan produksi lada tahun sebelumnya. Sedangkan suku bunga, upah tenaga kerja dan curah hujan tidak berpengaruh nyata. Fenomena ketidakberpengaruhan ini disebabkan karena sebagian besar petani menggunakan modal sendiri atau melalui kontrak farming. Demikian juga dalam hal tenaga kerja, umumnya petani menggunakan tenaga kerja keluarga. Dengan demikian dari sisi penawaran/produksi, upaya meningkatkan produksi dan penerimaan petani sebaiknya diarahkan pada peningkatan produktivitas, baik melalui perbaikan teknologi maupun melalui proteksi input produksi.

Dalam konteks penawaran ekspor, diketahui bahwa ekspor lada putih Bangka ke lima negara tujuan ekspor utama sebagian besar dipengaruhi oleh produksi, volume reekspor lada putih Singapura dan ekspor lada putih tahun sebelumnya. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tidak berpengaruh, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan; P ertama, lada merupakan komoditi ekspor dengan kebutuhan domestik yang relatif tetap dan kecil. Kedua , membutuhkan biaya penyimpanan yang cukup besar sementara fasilitas penyimpanan belum tersedia dengan baik, sehingga eksportir cenderung akan tetap mengekspor meskipun terjadi perubahan nilai tukar. Ketiga, relatif rendahnya persaingan perdagangan di pasar dunia, apalagi kontribusi ekspor lada putih Bangka masih mendominasi.

Harga ekspor lada dan suku bunga hanya berpengaruh terhadap penawaran ekspor ke Jerman. Hal ini disebabkan Jerman adalah importir lada putih terbesar ke dua di pasar dunia yang sangat ketat dalam hal mutu lada yang di impor, oleh karenanya, harga ekspor dan suku bunga menjadi faktor pertimbangan penting.

Faktor lain yang harus diwaspadai oleh petani dan pemerintah adalah adanya fenomena subtitusi lada putih oleh lada hitam. Subtitusi ini terjadi karena selisih harga keduanya yang hampir mencapai US $0,5/Kg. Harga yang lebih rendah mengakibatkan konsumen lebih memilih lada hitam, karena penggunaan yang hampir sama. Hal ini terbukti dari fakta bahwa harga ekspor lada hitam Indonesia berpengaruh nyata terhadap penawaran ekspor lada putih ke USA dan Singapura. Kenyataan ini menunjukkan bahwa lada putih dan hitam menjadi kompetitif pada pasar ke dua negara, sehingga bila terjadi kenaikan harga lada putih maka akan menyebabkan harga lada hitam menurun terutama pada kedua negara tersebut.

Volume ekspor lada putih Singapura berpengaruh terhadap penawaran ekspor lada Bangka ke USA, Belanda dan Jepang. Kondisi ini menunjukkan bahwa singapura adalah kompetitor utama pada pasar ke tiga negara tujuan ekspor tersebut, padahal Singapura bukanlah negara produsen dan sebagian besar ekspornya berasal dari Bangka. Diantara penyebabnya adalah karena jarak yang relatif dekat yang memungkinkan dilakukannya ekspor setiap hari, juga disebabkan karena sebagian besar mutu lada bangka adalah mutu FAQ (fair average quality), sehingga eksportir cenderung mengekspor lada ke negara yang tidak begitu ketat dalam mutu seperti Singapura. Dugaan kuat penyebab lainnya yang menjadi wacana di Bangka belakangan ini adalah adanya kontrak pemasaran antara importir Singapura dengan eksportir Bangka. Mutu lada yang telah di impor Singapura akan di up grade sesuai dengan permintaan negara importir. Kondisi ini didukung oleh fasilitas jaringan komunikasi, jasa perhubungan, lembaga perbankan serta keahlian dalam perdagangan yang dimiliki singapura. Akibatnya volume reekspor Singapura tersebut akan mempengaruhi ekspor lada Bangka pada ketiga negara tersebut. Benarkah dugan bahwa Singapura ikut bermain dalam penentuan harga lada tingkat petani?

Bagaimana dengan penawaran ekspor negara pesaing? Penawaran ekspor lada putih Malaysia dipengaruhi oleh harga ekspor lada putih dan hitam, produksi, nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika, suku bunga dan ekspor lada putih tahun sebelumnya. Sedangkan standar mutu dan volume reekspor Singapura tidak begitu berpengaruh. Kondisi penawaran Malaysia ini disebabkan karena sebagian besar ekspor lada putih ditujukan ke singapura yang tidak begitu ketat dalam mutu. Bila dilihat dari nilai elastisitas, penawaran Malaysia lebih responsive terhadap perubahan “tingkat produksi” dibandingkan dengan perubahan harga ekspor lada, suku bunga dan nilai tukar. Ini berarti penawaran lada putih Malaysia sangat ditentukan oleh besarnya produksi yang dihasilkan.

Penawaran ekspor Brazilia dipengaruhi oleh harga ekspor lada hitam, produksi, suku bunga dan ekspor lada putih tahun sebelumnya. Sedangkan harga ekspor lada putih, nilai tukar cruzero terhadap US $, standar mutu dan volume reekspor Singapura tidak berpengaruh. Brazilia lebih terkonsentrasi dalam memproduksi lada hitam (90%) dibandingkan lada putih, oleh karenanya meskipun terjadi perubahan harga ekspor tetapi tetap tidak mempengaruhi penawaran ekspornya, apalagi tidak lagi udah bagi petani dalam merubah kebiasaan untuk memproduksi lada putih. Di sisi lain, diterapkannya kebijakan standar mutu justru akan mengurangi penawaran ekspor lada putih Brazilia. Hal ini menunjukkan bahwa mutu lada putih yang dihasilkan masih relatif rendah. Namun kondisi ini tidak berpengaruh terhadap penawaran dikarenakan penawaran ekspornya sebagian besar ditujukan ke negara-negara yang tidak begitu ketat dalam mutu, seperti Argentina dan negara Amerika Selatan lainnya.

Kemudian kita beralih ke sisi permintaan impor beberapa negara konsumen utama lada putih, seperti USA , Jerman, Belanda, Jepang dan Singapura. Permintaan impor USA dipengaruhi oleh harga impor lada putih dan hitam, pendapatan dan nilai tukar US $ terhadap Rupiah. Sedangkan jumlah penduduk dan impor lada tahun sebelumnya tidak berpengaruh. Ketidakpengaruhan ini disebabkan sebagian besar permintaan impor lada putih (70-80%) langsung dipergunakan untuk kebutuhan industri terutama industri pengolahan makanan (daging, soups dan roti) dan farmasi. Jika dilihat dari nilai elastisitas, permintaan impor USA lebih responsive terhadap perubahan pendapatan, meskipun nilainya tidak elastis. Ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan pendapatan, maka akan cepat direspon oleh importir USA untuk menambah atau mengurangi permintaan.

Permintaan impor Jerman dipengaruhi oleh harga impor, jumlah penduduk, nilai tukar Mark terhadap rupiah dan impor lada tahun sebelumnya. Sedangkan harga impor lada hitam dan pendapatan kurang berpengaruh. Komoditi lada hitam kurang diminati konsumen Jerman, sehingga perubahan harga lada hitam tidak mempengaruhi permintaan. Begitu juga dengan pendapatan, dimana sebagian besar impor lada putih tidak dipergunakan secara langsung untuk kebutuhan industri, sehingga perubahan pendapatan tidak mempengaruhi jumlah impor. Dilihat dari elastisitas, permintaan impor Jerman responsive terhadap perubahan penduduk. Ini berarti permintaan impor sangat ditentukan oleh perubahan jumlah penduduk.

Permintaan impor Belanda dipengaruhi oleh harga impor, pendapatan, jumlah penduduk dan impor tahun sebelumnya. Harga impor lada hitam dan nilai tukar Gulden terhadap rupiah tidak berpengaruh. Kondisi ini disebabkan karena konsumen kurang begitu suka dengan lada hitam, sehingga terjadinya peningkatan atau penurunan harga impor lada hitam tidak berpengaruh terhadap permintaan impor lada putih. Disamping itu, lada putih selain untuk digunakan sector industri juga langsung di konsumsi melalui bumbu masak. Nilai elastisitas impor lebih responsive terhadap perubahan pendapatan, sehingga permintaan impor akan sangat ditentukan oleh perubahan pendapatan.

Permintaan impor Jepang dipengaruhi harga impor lada putih dan hitam serta jumlah impor tahun sebelumnya. Bila dilihat dari elastisitas, permintaan impor ini lebih responsive terhadap perubahan harga impor lada hitam dibandingkan peubah lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kedua jenis lada tersebut sangat berkompetisi sejalan dengan berkembangnya diversifikasi dan pengaruh pola konsumsi dunia yang di adopsi masyarakat Jepang. Terakhir, mari kita melihat permintaan impor lada putih Singapura dipengaruhi oleh harga impor, sedangkan harga impor lada hitam, pendapatan, nilai tukar dan impor tahun sebelumnya tidak berpengaruh. Permintaan impor Singapura yang merupakan importir terbesar dunia, disamping digunakan untuk konsumsi, juga sebagian besar (90-100%) di reekspor kembali ke berbagai negara importir. (khusus Singapura, akan dibahas lebih mendalam dalam artikel tersendiri).

Penjumlahan permintaan impor lada putih dari USA , Jerman, Jepang, Belanda, Singapura dan sisa dunia merupakan total permintaan impor lada putih di pasar dunia. Untuk lebih mengapresiasi kondisi factual diatas, memang sebaiknya dilakukan simulasi sehingga bisa dideteksi persoalan tersebut dengan lebih mendalam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa alternatif depresiasi rupiah, apresiasi nilai tukar negara importir, peningkatan pendapatan negara importir atau peningkatan harga lada putih dunia berdampak terhadap peningkatan produksi lada putih Bangka . Sedangkan peningkatan harga pupuk, peningkatan upah, penurunan suku bunga, depresiasi nilai tukar mata uang negara pesaing atau peningkatan produksi lada putih negar pesaing akan berdampak terhadap penurunan produksi lada putih Bangka .

Dalam konteks pasar, permintaan dan penawaran lada putih Bangka di pasar dunia akan selalu berubah berubah mengikuti trend yang berlaku, karenanya sangat penting bagi pemerintah daerah untuk melakukan analisis permintaan-penawaran secara berkala, sehingga dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan dalam rangka perencanaan dan pengembangan komoditi lada ini

Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), 2009 1

ABSTRAK

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dikenal sebagai salah satu sentra produksi lada di Indonesia, khususnya lada putih. Namun, dewasa ini luas areal dan produksi lada di Babel terus menurun karena berbagai sebab, antara lain fluktuasi harga lada, gangguan organisme pengganggu tanaman, dampak penambangan timah ilegal, dan introduksi tanaman perkebunan lain.

Bila kondisi demikian dibiarkan berkepanjangan maka tidak mustahil peran muntok white pepper dari Kepulauan Babel akan makin kritis atau bahkan hilang sama sekali. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah antisipatif untuk mengurangi laju penurunan luas areal tanam dan produksi lada di wilayah tersebut. Beberapa langkah (program) yang dapat dipertimbangkan untuk mengembalikan peran lada putih Babel adalah pewilayahan komoditas, diversifikasi usaha tani, pengaturan tata niaga, serta penguatan modal usaha dan kelembagaan.

Kata kunci: Lada, lada putih, Bangka, tambang timah

KONDISI KRITIS LADA PUTIH BANGKA BELITUNG DAN ALTERNATIF PEMULIHANNYA

Usman Daras dan D. Pranowo

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Jalan Raya Pakuwon, Parungkuda km 2, Sukabumi 43357

Telp. (0266) 531241, Faks. (0266) 533283, E-mail: balittri@gmail.com

Diajukan: 3 Maret 2009; Diterima: 27 Maret 2009

Sampai tahun 2005, luas areal pertanaman lada Indonesia mencapai 211.364 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Dari luasan tersebut, 60.747 ha (+ 35%) terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dengan lada putih sebagai produk andalannya. Provinsi ini merupakan daerah penghasil lada putih terbesar Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kontribusi Babel dalam produksi maupun areal tanam lada terus menurun. Pada tahun 2001, luas areal pertanaman lada di Babel tercatat 64.572 ha, namun areal tanam tersebut turun menjadi 45.834 ha pada tahun 2004, dan turun lagi menjadi 40.720 ha pada tahun 2006 (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka Belitung 2007).

Dengan demikian, selama 6 tahun terakhir luas areal pertanaman lada di Babel mengalami penurunan rata-rata 7,40%/tahun. Penurunan luas areal pertanaman lada di Babel juga dilaporkan oleh Irawati et al. (2009). Di Babel, pertanaman lada tersebar di enam kabupaten, yaitu Bangka 6.152 ha, Bangka Tengah 3.365 ha, Bangka Selatan 13.074 ha, Bangka Barat 6.939 ha, Belitung 7.057 ha, dan Belitung Timur 4.133 ha.

Indonesia merupakan negara pengekspor lada putih terbesar di pasar internasional (George et al. 2005). Pada tahun 2002, volume ekspor lada putih Indonesia mencapai 32.190 ton atau 78% dari total ekspor lada putih dunia saat itu yang mencapai angka tertinggi 41.388 ton selama periode 19852004. Pada tahun 2004, total ekspor lada putih dunia turun menjadi 33.074 ton, dan 13.760 ton (43%) di antaranya berasal dari Indonesia.

Namun, pada tahun 2007 volume ekspor lada putih Indonesia menurun menjadi 11.000 ton (International Pepper Community 2008). Mengingat peran Babel dalam perladaan nasional dan internasional cukup besar maka penurunan areal tanam dan produksi lada akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi petani lada khususnya, dan perladaan nasional umumnya.

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab penurunan areal tanam dan produksi lada di Babel yaitu: 1) fluktuasi 2 Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), 2009 harga lada, 2) gangguan organism pengganggu tanaman (OPT), 3) dampak penambangan timah ilegal, dan 4) pengembangan komoditas perkebunan lain. Sulit diidentifikasi kontribusi masingmasing faktor tersebut terhadap penurunan areal dan produksi lada di Babel, tetapi

keempat faktor tersebut secara bersamaan mempunyai kontribusi yang besar terhadap usaha tani lada di wilayah tersebut.

Bila kondisi demikian dibiarkan berkepanjangan, tidak mustahil muntok white pepper Babel yang sangat dikenal di pasar internasional akan menjadi catatan sejarah saja. Oleh karena itu, masa depan lada putih Babel sangat bergantung pada kebijakan pemerintah pusat maupun daerah dalam menyikapi komoditas ekspor tradisional tersebut. Tujuan penulisan ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor utama yang diduga menjadi penyebab penurunan peran lada di Babel dan alternatif pemulihannya.

PENYEBAB PENURUNAN AREAL LADA DI BABEL

Penurunan luas areal lada di Babel disebabkan oleh berbagai faktor. Empat faktor

dominan yang menjadi penyebabnya adalah fluktuasi harga lada, gangguan OPT, dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas lain.

Fluktuasi Harga

Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional

berpengaruh langsung terhadap harga lada di dalam negeri. Ketika harga lada di tingkat petani rendah, banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun. Bahkan, sebagian petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain (Manohara et al. 2003; Vietnam Pepper Association 2006; Irawati et al. 2009). Fluktuasi harga lada biasanya terjadi berselang 810 tahun sekali (Wahid 1996). Pada tahun 1998, harga lada putih mencapai angka tertinggi Rp56.000/kg, kemudian turun hingga harga terendah Rp22.000/kg pada tahun 2006 (Gambar 1). Namun, sejak tahun 2007 harga lada mulai meningkat menjadi sekitar Rp40.000/kg.

Peningkatan harga lada pada tahu2007 berkaitan erat dengan produksi lada dunia yang menurun sejak tahun 2004 (Vietnam Pepper Association 2006). Nguyen (2006) melaporkan bahwa pada tahun 2003, total produksi lada dunia mencapai angka tertinggi, yakni 364.000 ton. Namun, produksi tersebut turun menjadi 267.000 ton pada tahun 2004, dan turun lagi menjadi 263.000 ton pada tahun 2005. Pada tahun 2006, produksi lada dunia turun tajam menjadi hanya sekitar 220.000 ton. Indonesia mengalami penurunan ekspor terbesar, dari 60.896 ton (2003) menjadi 46.260 ton (2004), dan turun lagi menjadi 37.568 ton pada tahun 2005.

Penurunan produksi lada dunia disebabkan oleh produktivitas lada yang rendah di sejumlah negara penghasil lada utama seperti Indonesia, India, Brazil, Sri Lanka, dan Malaysia akibat serangan hama dan penyakit, cuaca buruk, dan pengurangan luas areal tanam. Di lain pihak, permintaan lada dunia cenderung naik dari sekitar 271.000 ton pada tahun 2002 menjadi lebih dari 312.000 ton pada tahun 2006 (IRIS 2009). Dengan kata lain, permintaan lebih tinggi dari pasokan sehingga harga lada meningkat, termasuk lada putih yang dewasa ini harganya mencapai Rp40.000/kg. Di pasar internasional, harga lada putih Bangka (buyers’ price) tahun 2008 berada pada kisaran US$4,5005,290/t (International Pepper Community 2008).

BARANG siapa bepergian ke Lampung, baik memakai kapal atau jung atau yang lain daripada itu hendaklah membeli merica. Sedang ia tidak membawa cap yang ujudnya seperti ini, maka hendaklah betul-betul dicegah dan jangan sekali-kali diizinkan membeli merica. ITU kutipan dan terjemahan Piagam Bojong yang ditulis dengan huruf arab dan memakai bahasa Jawa Banten. Piagam itu berukuran panjang 37 sentimeter, lebar 2,45 sentimeter, dan tebal lebih kurang lima milimeter. Piagam itu menunjukkan tahun 1500 hingga 1800 Masehi pengaruh Banten terhadap Lampung, khususnya dalam perniagaan lada, sangat kuat.

Bahkan, dalam buku sejarah Lampung produksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung disebutkan, tahun 1596 Banten pernah menyerang Palembang karena rebutan pasar komoditas tersebut. Tulang Bawang yang kala itu juga menjadi sentra produksi lada hitam sangat terpengaruh oleh Kesultanan Palembang. Palembang sebagai kota niaga sejak lama dikenal sebagai pasar lada yang berasal dari Jambi, Bangka, dan Tulang Bawang.

lada+hitamDemikian juga pada masa kejayaan pelayaran, Portugis pun pernah berupaya menguasai Lampung yang menjadi kawasan penghasil lada hitam utama di Sumatera. Portugis pernah menyerang Menggala, ibu kota Kabupaten Tulang Bawang saat ini. Penyerangan dilakukan dalam usaha menguasai pasar utama lada hitam.

Namun, yang kemudian berhasil menguasai pasar dan produksi lada hitam asal Lampung adalah Belanda. Cengkeraman Belanda lewat VOC dalam pasar lada hitam di Lampung makin kuat menyusul runtuhnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.

Putra mahkota Banten, Sultan Haji, menyerahkan beberapa wilayah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa kepada Belanda. Di dalamnya termasuk Lampung sebagai hadiah bagi Belanda karena membantu melawan Sultan Ageng Tirtayasa.

Permintaan itu termuat dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat bertanggal 12 Maret 1682 itu isinya, Saya minta tolong, nanti daerah Tirtayasa dan negeri-negeri yang menghasilkan lada seperti Lampung dan tanah-tanah lainnya sebagaimana diinginkan Mayor/Kapten Moor, akan segera serahkan kepada kompeni.

Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Akan tetapi, upaya menguasai pasar lada hitam Lampung kurang memperoleh sambutan baik. Pada 21 November 1682 VOC kembali ke Jawa hanya membawa 744.188 ton lada hitam seharga 62.292,312 gulden.

Dari angka itu dapat disimpulkan bahwa Lampung kala itu dikenal sebagai penghasil lada hitam utama. Lada hitam pula yang mengilhami berbagai negara Eropa ambil bagian dalam konstelasi politik Nusantara kala itu. Penguasaan sumber rempah-rempah dunia berarti menguasai perdagangan dunia-dan tentu saja wilayah.

Kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Tanoh Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada hitam menjadi salah satu bagian lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tersebut telah pudar.

TAHUN 2004 ini diperkirakan produksi lada hitam di Lampung turun hingga 70 persen bahkan 75 persen. Penurunan produksi umumnya disebabkan oleh pengaruh curah hujan yang tinggi.


Sumber: Kompas, Senin, 06 September 2004

ulun.lampunggech.com/.../kejayaan-lada-hitam-lampung-telah-pudar.html

Isi

Tautan

Halaman 37

Umpan balik

Tutup penelusuranclose_xTemuan 1 dari 1 dalam buku ini untuk sejarah tanaman lada- Urut berdasarkan: relevansi | halamanrelevansi | halaman- ‹ Sebelumnya Berikutnya › - Lihat semua

Memuat...

Memuat...

Memuat...

Memuat...

books?id=p_6ugz-fjg8C&pg=PA37&img=1&zoom=3&hl=id&sig=ACfU3U0TpOWHVJi_swsECXGbBuoGW8Vj0w&w=790

Memuat...

Memuat...

books?id=p_6ugz-fjg8C&pg=PA47&img=1&zoom=3&hl=id&sig=ACfU3U0vzkNQzTU75DDqZ-lwrqun4CrbVg&w=790

2 komentar:

  1. SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
    DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
    HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

    …TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

    **** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
    1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
    2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
    3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
    4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

    …=>AKI KANJENG<=…
    >>>085-320-279-333<<<






    SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
    DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
    HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

    …TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

    **** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
    1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
    2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
    3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
    4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

    …=>AKI KANJENG<=…
    >>>085-320-279-333<<<

    BalasHapus
  2. Mohon info lengkap harga Lada Putih Bangka ke saya gan

    BalasHapus